Disadur dari Tulisan DR Said Ramadhan al-Buthy pada Kitab Fiqih Sirah disebutkan bahwa penulisan sirah Rasulullah Saw. menduduki urutan kedua setelah penulisan sunah beliau. Penulisan sunah (baca: hadis Rasulullah) memang lebih dulu dibandingkan sirah, dimulai ketika Rasulullah Saw. masih hidup atas dasar perkenan, bahkan perintah langsung dari sang Nabi. Hal itu dilakukan Rasulullah Saw. setelah merasa yakin bahwa para sahabat benar-benar mampu membedakan antara struktur kata Al-Qur'an dengan redaksi hadis supaya keduanya tidak bias.
Adapun penulisan riwayat hidup Rasulullah Saw. dan sejarah peperanganvyang beliau ikuti (maghâzi) baru dilakukan setelah penulisan sunah. Namun, sebelumnya para sahabat tetap memberikan perhatian besar untuk melestarikan sirah dan sejarah maghâzi secara lisan.
Diduga kuat, orang pertama yang memberikan perhatian besar terhadap penulisan riwayat hidup (sirah) Rasulullah Saw. dan berbagai peperangan yang beliau ikuti (maghäzi) adalah Urwah ibn Zubair (wafat 92 H), disusul oleh Abban ibn Utsman (wafat 105 H), Wahb ibn Munabbih (wafat 110 H), Syarhabil ibn Sa'd (wafat 123 H), dan Ibnu Syihab Az-Zuhri (wafat 124 H).
Merekalah pelopor penulisan sirah Rasulullah Saw. Berbagai tulisan yang mereka susun menjadi literatur paling menonjol, bahkan diyakini sebagai karya pertama dalam kegiatan ilmiah yang mendorong penulisan sejarah secara umum.
Belum lagi beberapa rangkuman peristiwa dalam bingkai sirah Nabi juga termaktub di dalam Kitabullah dan kitab-kitab sunah yang memberi perhatian besar terhadap riwayat hidup Rasulullah Saw. lengkap dengan segala ucapan dan perbuatan beliau, terlebih menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan syariat.
Sayangnya, tulisan yang disusun kelima tokoh itu telah musnah ditelan waktu. Yang sampai ke tangan kita hanyalah beberapa fragmen kecil yang berserakan di sana-sini, sebagaimana diriwayatkan Imam Al-Thabari. Konon, salah satu di antara karya mereka—yaitu yang ditulis oleh Wahb ibn Munabbih—sekarang tersimpan di museum Kota Heidelburg, Jerman. Pada generasi berikutnya (setelah kelima tokoh di atas), muncullah orang-orang yang menghimpun hampir semua tulisan kelima tokoh ini. Alhamdulillah, sebagian besar tulisan generasi kedua ini masih dapat kita baca hingga saat ini.
Tokoh paling utama dari generasi kedua itu adalah Muhammad ibn Ishaq (wafat 152 H). Para peneliti meyakini bahwa tulisan Ibnu Ishaq merupakan karya tulis sirah Nabi Saw. paling otoritatif pada masa itu' meskipun kitab Al-Maghâzi yang ia tulis tidak pernah sampai ke tangan kita. Ibnu Hisyamlah (nama aslinya Muhammad Abdul Malik) orang yang kemudian meriwayatkan kembali kitab Ibnu Ishaq ini dalam bentuk yang telah diperbaiki. Ibnu Hisyam melakukan itu lebih dari 50 tahun setelah lahirnya karya Ibnu Ishaq tersebut.
Menurut Ibnu Khalikan, Ibnu Hisyam menghimpun sirah Rasulullah Saw. dengan mengambil sumber dari berbagai catatan maghâzi dan sirah yang ditulis Ibnu Ishaq. Ibnu Hisyam menyunting dan meringkas tulisan pendahulunya itu, kemudian menuangkannya dalam sebuah kitab sirah yang sekarang dikenal luas dengan sebutan Sirah ibn Hisyâm.

