Selarasnya Psikologi Keimanan dan Etika Berakhlak Sosial

Irfan Irawan
0
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Alhamdulillah, berkesempatan menulis lagi. Kali ini saya akan membagikan catatan kajian Sabtu dan Ahad di Majelis Taklim Masjid Al-Hidayah Lippo Karawaci. Stay-tune yaaa, catatan ini bukan untuk menggurui siapapun, namun sebagai self-reminder bersama baik saya sebagai penulisanya dan juga untuk para pembaca yang budiman.


Dikatakan oleh para ulama: Tidak berikhtiar akan merusak syariat, bergantung sepenuhnya pada ikhtiar merusak Akidah. Penting untuk selarasnya antara ikhtiar dan disertai niat ibadah kepada Allah dalam segala macam urusan kita, baik itu urusan dunia, maupun urusan akhirat. Misalkan saya mempunyai adik yang akan meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi. Ya, memang dari awal saya pribadi menanamkan prinsip ke adik bahwa, mintalah izin kepada Allah, kepada orang tua dan guru sebelum melakukan ikhtiar mendaftar di beberapa perguruan tinggi. Alhamdulillah, saran tersebut dijalankan, meskipun saat ini Perguruan Tinggi idaman yang diinginkan adik saya belum diberi jalan masuk oleh Allah. Ia terus berikhtiar dengan backup-plan lainnya, sambil terus berikhtiar dan siap dengan segala ketentuan Allah di akhirnya. Sejatinya saya juga memberikan pemahaman bahwa kuliah bisa dimanapun, karena kuliah hanya sebatas sarana (jalan) untuk mendapatkan gelar akademis, yang memberi kesuksesan adalah sejatinya Allah SWT.

Ingat sabda Rasulullah SAW: "Jagalah hartamu dengan berzakat"?
Kita harus meyakini apa yang dikatakan Rasulullah SAW adalah penuh dengan hikmah, apa yang dikatakan beliau bisa dibuktikan kebenarannya. Saya pribadi-pun berkali-kali membuktikannya, dan kadang melihat dengan mata kepala sendiri dahsyatnya zakat. Ini salah satu keindahan Islam dalam bersosial, dengan berzakat kita bisa saling peduli terhadap saudara kita yang masih membutuhkan uluran tangan dari muzzaki yang diberikan "titipan uang/harta lebih". Lebih afdol lagi kita sendiri yang menyerahkan zakat tersebut kepada yang berhak. Belum lagi sedekah, infak sangatlah indah ajaran Islam dalam pengelolaan harta.

Jangan Hanya Andalkan Pola Hidup Sehat (Diet)
Mintalah kepada Allah SWT kesehatan, jangan hanya mengandalkan diet, pola hidup sehat, pola istirahat yang seimbang dan semboyan-semboyan lainnya. Ada juga pola hidup cara nabi yang paling mujarab: "Maafkanlah Orang Lain", dengan demikian peredaran darah kita akan lebih lancar, fikiran akan lebih rileks dan beban kehidupan sedikit berkurang. Banyak para sahabat Radiyallahu 'anhum yang mempraktekkan pola hidup nabi tersebut, tidaklah mereka tidur, kecuali sudah memafkan semua yang berinteraksi dengan nya di hari tersebut.

Pada ilmu Psikologi  dikatakan: "Bukan apa yang kita MAKAN, tapi apa yang MEMAKAN kita".
Gak perlu lebay juga dengan apa yang sudah kita punyai, waaa.. alhamdulillah yaa, anak saya mah pinter, sekaran udah hafal 20 Juz, padahal gak ada yang nanya. Eh tau gak bu, suami saya looh, kemarin habis promosi dan dapet bonus banyaak banget sampai kami jalan-jalan ke Australia. Hellow buuu.. gak ada yang nanya kali.. (dalam hati para pendengar).  Cukuplah mensyukuri nikmat itu dengan memperbanyak pujian kepada Allah SWT dan memberikan sedekah kepada yang membutuhkan jikalaupun harus diungkapkan kesenangan tersebut.  

Ada cerita yang menarik, ya, ada seseorang yang hobinya lari marathon. Ya, hampir semua jenis perhelatan lari marathon berbagai jarak sudah ia ikuti, sampai di suatu saat beliau mengikuti kejuaraan marathon tingkat nasional 100 km. Tentunya untuk mempersiapkan kondisi fisik, seorang yang punya hobi lari ini latihan tiap hari. Sampai di hari perhelatan, lancarlah semua sesuai rencana, diluar dugaan sedit saja beliau mencapai finish, bleek...meninggal!.

Dari cerita di atas bisa disimpulkan bahwa: "Allah-lah yang menjaga kita, Allah-lah yang memelihara kita.

Dalam Hadist yang lain disebutkan: "Tolaklah penyakit dengan sedekah"
Apakah ada kaitannya secara langsung antara sedekah dengan pencegahan penyakit?, kok kaya gak nyambung ya?. Coba renungkan sejenak, kembali ke pembahasan ilmiyah faktor psikologis seorang yang dermawan. Saya pribadi banyak sekali menemui orang yang begitu dermawan, dan alhamdulillah kesehatannya sangat fit. Bahkan salah satu jamaah umurnya diatas 70 tahun sangat banyak yang masih aktif mengikuti kajian, bahkan umroh. Woow, setelelah saya coba "intip" kebiasaan mereka, subhanallah mereka sungguh dermawan, bagi mereka uang 100rb bagaikan uang 1000 rupiah, begitu mudahnya mereka berikan kepada yang membutuhkan. Tak jarang juga jamuan makan seluruh jamaah yang hadir beliau-beliau yang tanggung. Yaa, ini memang perjalanan rohani. Perlu dirasakan, baru bisa diceritakan untuk memantapkan pengalaman rohaniah. Mulai sekarang, cobalah untuk mudah bersedekah, mulailah dari 2000 rupiah, kemudian ditambah lagi, lagi dan lagi. Apalagi sekarang sedang dalam suasana bulan suci Ramadhan.

Dari sebuah Atsar Sahabat, Umar ibn Abdul Aziz.
Beliau sangat ketat dalam menjaga urusan harta pas menjabat sebagai pemimpin, ketika beliau  akan meninggal tidaklah banyak harta yang beliau tinggalkan. sampai banyak orang lain bertanya, mengapa demikian? dijawab beliau:
"Bukan aku khawatirkan urusan harta, aku cuman titipkan semuanya kepada Allah SWT"
"Anak Umar itu ada dua golongan: (1) Yang bertakwa kepada Allah SWT atau (2) Tidak bertakwa kepada-Nya, maka tidaklah mungkin saya menolongnya"

Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari para sahabat mulia, aamiin yaa robbal 'aalamiin.

Cara agar selalu Istiqomah
Selalu luruskan niat selalu di jalan Allah SWT, selalu mencoba meneladani laku lampah Rasulullah SAW dalam bingkai Syariat. Syariat ini diisyaratkan sebagai naungan Allah, perlindungan Allah. Dan kemudian ingatlah, ketika bermaksiat, sejatinya kita sendiri yang mengeluarkan diri dari perlindungan Allah.

Hadist dari Abu Hurairah RA, disebutkan salah satu yang akan mendapatkan naungan di hari kiamat adalah "imam yang adil". Suatu ketika, anak Usamah mencuri (Usamah adalah sahabat ternama/bangsawan) hendak minta dispensasi ke Rasulullah, kemudian singkatnya dijawab oleh Rasulullah: "hancurnya negara disebabkan ketidakadilan (tabang-pilih)".

Golongan selanjutnya adalah "Seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allah".

Golongan lain yang akan mendapat naungan adalah "pemuda yang hatinya cinta masjid"Tidaklah akan mudah seorang pemuda dekat dengan masjid, apalagi sampai cinta, kecuali memang dari kecilnya kita sebagai orang tua sudah membiasakan diri membawa anak-anak kita ke masjid. Jangan ragu bawa anak sedari kecil ke masjid, saya pribadi mengalami, semenjak 2 tahunan baru bisa jalan dikit-dikit, kadang duduk dan merangkak, saya selalu dibawa kakek ke Mushollla/Masjid dekat rumah untuk sholat 5 waktu, bahkan sholat jumat. Memori indah itu, akan selalu terpatri dalam sanubari seorang anak, belum lagi ketika di sepanjang jalan saat dimasjid itu kita diajak ngobrol keimanan agama, subhanallah... Alfatihah buat kakek saya, Kyai Satima ibn Kadim, semoga Allah dan Rasulullah ridho akan budi amal baik selama hidup. Janganlah segan bila ada yang menegur: "anakmu mengganggu, jangan dibawa ke masjid", terima saja masukan dari orang tersebut, sambil terus ajari anak kita etika di masjid, dan doakan yang menegur tadi dengan doa terbaik. Saya pribadi juga pernah mengalaminya, sampai saya tidak menyerah, tetap saya bawa dan akhirnya malah seluruh jamaah masjid rindu anak saya, karena setiap solat ikut, setiap ngaji ikut sampai ketika "salaman setelah solat juga ikut, tidak jelalatan lagi". Jangan pernah menyerah, jika memang tujuan akhirnya adalah ridho Allah, ingin mengenalkan anak kepada Masjid dan Majelis Ilmu.

Golongan selanjutnya adalah "yang Cinta dan Berpisah karena Allah SWT".
Ketika hendak menikah, menikahlah karena Allah, menikahlah karena mengikuti jalan Rasulullah. Menikahlah dengan mengharapkan ridho Allah dan Rosul-Nya. Bukan semata untuk memenuhi hasrat biologis, memenughi target dari orang tua, apalagi gara-gara dikompori oleh temen, atau saudara. Menikahlah, ketika merasa mampu, bukan menunggu kaya/mapan, kuatkanlah niat (azam) kepada Allah, mintalah izin orang tua, mintalah guru untuk melamarkan kepada sang calon mertua. Pintu pernikahan merupakan pintu awal semua amal ibadah kita bisa berlipat ganda dinilai Allah, dimana beban tanggung jawab akan diasah, tak jarang pun akan menemui aral rintang, perselisihan, dan pertengkaran. Yaa, ingatlah kata "RUMAH TANGGA", Rumah, usahakan semua ketika terjadi perbedaan pendapat, bahkan sampai pertengkaran, semua diselesaikan di rumah, bukan diceritakan ke tetangga. Apalagi sampai di esklasi ke orang tua (ngadu). Tangga, artinya adalah pasti adanya peningkatan, adanya tantangan yang harus didaki, dinaiki bersama-sama. Jangan egois, selalu ajar diskusi apapun inisiatif dalam hidup.  

Golongan selanjutnya adalah "seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, Aku benar-benar takut kepada Allah"

Golongan selanjutnya adalah "yang bersedekah tangan kanan, tangan kiri tidak tau".
Golongan selanjutnya adalah "yang berdzikir dalam kesendirian, berlinang air mata".
(HR. Bukhari, no. 1423 dan Muslim, no. 1031)

Kadang sering ada pertanyaan kok, pengalaman ibadah saya kurang greget ya?? Gak nyambung banget dengan yang saya rasakan. Itu kenapa ya?
(1) Bisa jadi karena kurang ilmu dan kurangnya pengalaman
(2) Apakah kita pernah mencari bukti kebesaran ayat-ayat Allah (al-Quran) sebagai pembuktian (proven)?
(3) Jangan pernah melepaskan diri dari naungan Allah SWT di dunia ini, sehingga Allah akan merasa heran. Mengapa banyak hamba - Nya yang rela menukar agama nya dengan harga dunia yang murah.
(4) Ingat, Siapa yang mengutamakan urusan dunia, akan kehilangan keduanya, siapa yang mengutamakan akhirat akan dapat keduanya.
(5) Jagalah dan ajak anggota keluarga untuk senantiasa menuju jalan Allah SWT, setelah keluarga berhasil diajak, ajaklah sekeliling (tetangga/teman) buatlah komunitas ibadah dimanapun kita berada.



والله أعلمُ بالـصـواب

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)