Manaqib Almarhum Kakek Tercinta, Kyai Satima bin Kadim

Irfan Irawan
Bismillah,

Barokah dan keagungan selalu milik Allah Rabbul 'Alamin sholawat serta salam untuk keagungan Baginda Rasulullah Muhammad S.A.W. Bulan penuh hikmah, bulan suci Ramadhan 1433 Hijriyah tahun ini sungguh berkenang bagi saya, sedih bercampur gembira, bimbang dan bingung bersatu padu setelah Kakek tercinta Kyai Satima bin Kadim wayat sehabis subuh di malam 27 Ramadhan, tepatnya 16 Agustus 2012.




Awalnya sempat tersirat dalam mimpi saya segera pulang ke kampung halaman tepatnya di malam 25 Ramadhan, alhasil setelah ditelusuri memang kakek di hari tersebut sudah tidak bisa makan, hanya minum air putih (yang sebelumnya dibacakan ayat suci al Quran oleh adik-adik tercinta). Berlanjut sesuai rencana mudik lebaran di tanggal 15 Agustus pukul 18:45 dari Gambir sampai ke Cirebon pukul 22:15. Sampai di rumah sekitar pukul 23:00 karena jalan pantura macet saat itu. Selepas mandi dan ngobrol sebentar dengan keluarga dan sodaraku yang jemput di stasiun. Dilanjutkan sholat isya, taraweh dan sholat hajat. Tidak terasa  di sujud terakhir sholat hajat tersebut sangat lama sekali, meminta kepada Sang Maha Pemurah Allah SWT untuk kebaikan Kakek, sungguh mata ini pilu dan sedih ketika melihat kakek terbaring di tempat tidur dengan lemahnya. Saat itu kakek selalu melambai-lambaikan tangannya keatas seperti isyarat memanggil orang dan tentunya kakek sudah tidak bisa bicara sama sekali. Saya temani beliau sampai pukul 1:00 malam dan hanya bisa melihat beliau sambil bersholawat nabi sebanyak mungkin.


Sore sebelumnya sudah banyak yang berdatangan ke rumah untuk menjenguk kakek, dan waktu itu pun tiba dimana seisi rumah terasa hening tanpa ada suara jangkrik pun, itu mulai kami sahur di ruang tamu, dilanjutkan persiapan sholat subuh di musholah dekat rumah. Saya pun seperti biasa pergi ke musholah, untuk sholat berjamaah disana, seusai salam adik-adik sudah menunggu di pintu mosholah mengabarkan kakek telah Wafat. Pertama saya tenang seolah tak percaya apa yang baru dialami, setelah melihat jasad kakek yang terbujur tenang dan bersih baru hati ini menangis, bingung dan merasa aneh ditambah tangisan adik-adik dan ibunda.


Mungkin sudah menjadi kehendak Allah SWT saya bisa memuliakan beliau di kesempatan yang terakhir mulai dari pemandian jenazah, prosesi pemakaian kafan, sholat jenazah sampai penguburan dan tahlil sampai di hari ke tujuh. Ingat cerita hari-hari bersama beliau memang sangat dekat sekali dengan saya, sampai pernah almarhum bilang "waktu kakek sudah tidak banyak yaa sekadar 2 sampai 3 hari, kalo nanti kakek pergi berharap Allah izinkan kamu yang urus". Masih ingat dialog itu berlangsung sekitar tahun 2008 atau 2009 disaat liburan kuliah. Alhamdulillah semua prosesi pemakaman berlangsung lancar dan di pimpin langsung oleh Para Kyai Sepuh Ponpes Al Ittihad Kyai Maftuhin, dan Kyai Daiman, dan guru saya langsung Ustad Bahrudin yang menemani saya dari ba'da subuh. Tangis haru masih menggema di hati ini, melepas kepergian beliau namun sedikit tenang dengan janji Allah dan Rasul Nya tentang keutamaan orang yang wafat di bulan Ramadhan, seperti pendahulu bangsa ini dan ulama dunia kebanyakan wafat di bulan mulia ini. Semoga Kakek tergolong dalam rombongan orang sholeh tersebut, Aamiin.


Pelajaran dari Manaqib Beliau Selama Hidup


Kakek adalah pribadi yang sejuk dan tenang dalam segala hal, mulai dari kedatangan beliau (setelah nikah dengan Nenek) dan pergaulan dengan masyarakat sangat luas. Sejarah memang berkata demikian memang wilayah sana dahulu adalah sarang penjahat, perampok dan sarang minum minuman keras. Namun dengan ahlak dan kesabaran, alhamdulillah semuanya bisa dilunakkan dengan izin Allah. Orang yang dulunya keras menentang kakek, malah menjadi teman ngobrol minum teh atau sekedar makan ubi dan merokok di sawah, atau sambil mampir berdagang durian kala itu. Hari demi hari dijalankan dengan istiqomah setelah menikah dengan nenek di kampung Pasalakan (Fasholehan). Namun setelah beberapa tahun (kurang lebih 10) isteri kakek meninggal dunia, saking setia nya kakek sampai seterusnya beliau tidak menikah lagi. Karena sosok nenek begitu tidak tergantikan, dari sabar nya ahlak dan kesetiaannya mengurus kekek kala itu. Padahal jika kakek mau saat itu setahun setelah nenek meninggal banyak yang menawarkan diri menjadi isteri beliau, namun beliau tolak dengan alasan "belum bisa menggantikan almarhumah dari semua hal, dan takut tidak sayang kepada ibu saya".


Sebelum menikah kakek dahulu adalah petualang ilmu, nyantri di berbagai pondok di sekitar cirebon bahkan keluar kota, Jawa Tengah dan Jawa Timur (Ponpes Tebu Ireng) saat itu yang menjadi kiblat pesantren di masanya. tiada hari tanpa belajar dan mencari berkah kehidupan (ilmu) dari berbagai Kyai di masa nya. Setelah meninggal nya isteri beliau, kakek selalu menyibukkan diri untuk mengajarkan ilmunya, mengajari anak-anak mengaji dan fikih dasar sehari hari di musholah dekat rumah, disamping kalau siang hari beliau berdagang durian, buah lainnya. Jika sedang tidak musim, maka biasanya kakek bertani di sawah. Dari kecil umur 3 tahunan saya sendiri lebih dekat ke kakek dibandingkan ibu, atau bapak. Kemana beliau pergi saya selalu ikut, misal pergi berkebun, ikut sewaktu kakek jadi imam di musholah sambil di gendong beliau dan saat itu saya masih ingat duduk di sebelah kakek yang sedang sholat. Berlanjut ketika mulai memasuki sekolah taman kanak-kanak kakek sendiri yang mengajari doa doa kecil, mengajar ngaji al quran (Metode Turutan / baghdadi) saat itu, sampai fikih sederhana seperti aqidatul awam, safinah dan sedikit tafsir quran Jalalain.


Sedikit banyak nya saya sendiri meniru kebiasaan beliau, bangun dari subuh saat kecil sudah tidak asing, karena selalu diajak kakek ke Musholah. Kegiatan pada malam harinya juga kakek sangat padat diisi kegiatan dzikir, atau kegiatan ratiban, tahlil setiap malam Jumat, atau sehari harinya selepas sholat isya kakek selalu bercerita kepada tamu atau murid murid beliau di beranda musholah tentang ilmu dan perjuangan ulama pendahulu kita, perjuangan perang kemerdekaan dan yang lainnya. Bahkan waktu itu ketika masih SD kelas satu saya melihat kakek mengajarkan seni bela diri pencak silat kepada muridnya, dan penduduk sekitar. Kebiasaan beliau juga sewaktu aktif mengurus musholah setiap malam 27 Ramadhan beliau mengkususkan (memperbanyak ibadah dan dzikir) di malam itu, dan setiap tahun nya selalu diadakan khataman Al Quran hasil tadarus anak-anak musholah di malam tersebut setelah Taraweh.


Subhanallah begitu masih terasa momen tersebut.


Ada beberapa poin atau nasihat yang bisa dipetik dari obrolan dengan beliau sewaktu masih belum di panggil Allah SWT, diantaranya:

- Allah iku maha welas, mun yaa sifat menusae (Allah itu Maha Pemurah, cuma yaa sifat manusianya)
- Ilmu lamun bli amalaken iku dosa, apamaning beli dijalankan (Ilmu kalau tidak diamalkan itu dosa apalagi tidak di jalankan)
- Akehana baca al azizu al jabbaru tesan subuh (perbanyak dzikir  al azizu al jabbaru sehabis sholat subuh)
- Urip iku bli suwe, akehana amal kanggo sangu mati (Hidup itu tdk lama, perbanyaklah amal ibadah buat bekal akhirat)
- Istiqomaha sira, supaya uripe gampang (Beristiqomah lah kalian supaya hidupnya dipermudah Allah)
- .... masih banyak lagi

Semoga bisa menjadi manfaat bagi semuanya, pelajaran bagi yang hidup akan ketulusan dari seorang Kyai kampung yang jauh dari hingar bingar dunia ini, :'(


Wallahu'alam bishowaab